Sabtu, 09 April 2011

Wafatnya Ali bin Abi Tholib

Sementara Imam Ali r.a. menanggulangi pemberontakan Khawarij di Nehrawan, Muawiyah meningkakan terus kekuatannya, mengkonsolidasi barisan serta mengokohkan kedudukannya.

Mereka memperoleh waktu yang sangat cukup untuk mempersiapkan peperangan lebih lama lagi, berkat politik "tahkim" yang disusun oleh arsiteknya, Amr bin Al Ash. Sebaliknya, dengan muslihat "tahkim" itu, kekuatan Imam Ali r.a. sekarang menjadi berkurang. Ia ditinggalkan, bahkan dilawan oleh pengikut-pengikutnya sendiri, yang sudah memisahkan diri sebagai kaum Khawarij. Dalam menumpas gerakan Khawarij, Imam Ali r.a. telah kehilangan beberapa anggota pasukan yang cukup merugikan, walaupun berhasil mencapai kemenangan. Imbangan kekuatan yang sekarang sangat menguntungkan fihak Muawiyah difahami benar-benar oleh para pengikut Imam Ali r.a. Secara diam-diam banyak di antara mereka yang sudah kejangkitan penyakit putus asa. Belum lagi kita sebutkan besarnya dana yang dihamburkan Muawiyah untuk membeli pengikut sebanyak-banyaknya. Bagaimana pun juga hal ini besar pengaruhnya di kalangan para pengikut Imam Ali r.a. yang kurang teguh iman dan pendiriannya. Kepada para pengikut Imam Ali r.a. yang mau menyeberang, Muawiyah mengiming-imingkan hadiah berlipat ganda.


Perlawanan terhenti

Selesai perang melawan kaum Khawarij dan sebelum meninggalkan Nehrawan untuk berangkat melanjutkan perang melawan Muawiyah, Imam Ali r.a. mengucapkan pidato di depan para pengikutnya. Antara lain ia berkata: "Cobaan Allah yang kalian hadapi telah berakhir dengan baik. Allah telah memenangkan kalian dengan pertolongan-Nya. Sekarang marilah kita berangkat untuk menghadapi Muawiyah dan para pendukungnya yang durhaka itu. Mereka yang meninggalkan Kitab Allah di belakang punggung dan telah menjual-belikannya dengan harga murah. Alangkah buruknya apa yang telah mereka beli dengan Kitab Allah itu!"

Bagaimana sambutan pengikut Imam Ali r.a. Kali ini Imam Ali r.a. terbentur lagi pada ranjau yang dipasang oleh Al Asy'ats bin Qeis. Asy'ats ternyata sudah berhasil mempengaruhi banyak anggota pasukan Imam Ali r.a. supaya meninggalkan barisan, dengan jalan mencari tempat-tempat peristirahatan di daerah-daerah yang berdekatan. Alasan yang digunakan dalam kampanye itu ialah mereka sudah terlampau letih dan sangat perlu beristirahat, untuk memulihkan tenaga lebih dulu, sebelum bergabung dalam pasukan.

Jasa Asy'ats nampaknya tidak kecil bagi Muawiyah. Tidak keliru rasanya kalau ada sementara penulis yang mengatakan, bahwa bukan hanya Abu Musa dan kaum Khawarij saja yang berberjasa kepada Muawiyah, tetapi juga Al Asy'ats bin Qeis.

Waktu Imam Ali r.a. mengajak anggota-anggota pasukannya berangkat memerangi Muawiyah, mereka menjawab sesuai dengan garis yang sudah diletakkan Al Asy'ats: "Ya Amiral Mukminin, anak panah kami sudah habis, tangan kami sudah terlalu payah, pedang kami banyak yang patah dan tombak kami sudah tumpul! Biarkanlah kami pulang dulu agar kami dapat mempersiapkan perbekalan dan perlengkapan yang lebih baik. Mungkin Amirul Mukminin akan memberi tambahan senjata kepada kami, agar kami lebih kuat dalam menghadapi musuh!"

Sulit mencari orang yang bertabiat keras seperti Imam Ali r.a. tetapi juga sangat sulit mencari orang yang sabar seperti dia. Sukar mencari orang yang waspada seperti Imam Ali r.a., tetapi juga sangat sukar mencari orang yang mempercayai sahabat sepenuh hati seperti dia.

Bagaimana harus dibantah, bukankah mereka itu benar-benar baru saja menyelesaikan peperangan? Jadi alasan mereka itu memang masuk akal! Imam Ali r.a. setuju mereka beristirahat, tetapi tidak pulang ke rumah masing-masing. Mereka harus diistirahatkan bersama di suatu tempat, agar setiap saat dapat dikerahkan bila dipandang perlu.

Mereka kemudian diajak oleh Imam Ali r.a. ke sebuah tempat bernama Nakhilah. Selain
menjadi tempat istirahat, Nakhilah juga dijadikan tempat pemusatan pasukan. Kepada semua pasukan diperintahkan supaya jangan sampai ada yang meninggalkan tempat. Semua pasukan harus selalu dalam keadaan siaga untuk melanjutkan peperangan melawan pasukan Syam. Jika anak isteri tidak seberapa jauh dari Nakhilah, boleh saja menjenguk mereka, tetapi jangan terlalu sering. Masing-masing anggota pasukan diminta supaya selalu siap menantikan saat keberangkatan ke Shiffin.


Apa yang terjadi?

Ternyata hanya beberapa hari saja mereka tinggal bersama Imam Ali r.a. di Nakhilah. Banyak sekali yang tanpa izin menyelinap pergi ke Kufah untuk bersenang-senang dengan anak isteri mereka. Tidak sedikit yang bertebaran ke daerah-daerah sekitar Nakhilah untuk mencari hiburan dan kesenangan. Imam Ali r.a. ditinggal bersama beberapa orang sahabat terdekat dan sejumlah pengikut. Akhirnya Imam Ali r.a. dan para sahabat terdekat itu terpaksa meninggalkan Nakhilah dalam keadaan kosong.

Sejak saat itu perlawanan terhadap Muawiyah praktis terhenti. Kesetiaan pendukungnya sudah tak dapat diandalkan lagi. Banyak di antara mereka yang mulai terpikat hatinya oleh kepentingan duniawi yang dinikmati oleh kaum muslimin di Syam. Selain itu banyak juga yang patah semangat dan kejangkitan penyakit putus asa.

Terhentinya perlawanan menumpas pemberontakan Muawiyah bukan disebabkan ketidak mampuan Imam Ali r.a., melainkan karena sikap massa yang dipimpinnya sudah goyah dan tidak mantap, terutama mereka yang berasal dari Kufah. Tanda-tanda akan terjadinya hal yang harus disayangkan itu, sudah nampak sejak Imam Ali r.a. memasuki kota tersebut. Bahkan beberapa bulan sebelum itu pun di Madinah Imam Ali r.a. sudah menghadapi bermacam-macam kesulitan, yaitu sejak pembai'atannya sebagai Khalifah.

Ajakan ke medan juang Setelah ditinggal oleh banyak pengikutnya dan hanya tingal para sahabat yang setia saja, melalui Hujur bin Addiy, Amr bin Al Humuq dan sejumlah sahabat lainnya, Imam Ali r.a. mengeluarkan sebuah pernyataan tertulis untuk disampaikan kepada kaum muslimin Kufah, terutama bekas pendukungnya. Dalam pernyataan tertulis itu Imam Ali r.a. membeberkan semua persoalan dan mengungkapkan latar belakang sejarahnya.

"Bahwasanya Allah s.w.t. telah mengutus Muhammad, Rasul Allah s.a.w. untuk mengingatkan ummat manusia di seluruh dunia. Beliau menerima wahyu dan mengemban amanat yang diturunkan kepadanya, dan menjadi saksi bagi ummat ini. Hai orang-orang Arab, kalian pada masa itu dalam keadaan tidak mempunyai agama. Satu sama lain saling memakan harta secara bathil. Kemudian Allah melimpahkan kurnia-Nya kepada kalian dengan mengutus Muhammad s.a.w. datang ke tengah-tengah kalian dan berbicara dengan bahasa kalian. Kalian mengenal wajah beliau dan mengetahui benar asal-usul keturunannya.

"Beliau telah mengajarkan hikmah, sunnah dan fara'idh kepada kalian. Beliau menyuruh kalian supaya selalu menjaga baik-baik hubungan silaturrahmi, memelihara kerukunan dan saling memperbaiki keadaannya masing-masing. Kalian juga diperintahkan supaya menunaikan amanat kepada fihak yang berhak, memenuhi janji, saling bercinta-kasih dan sayang menyayangi.

Beliau pun memerintahkan kalian supaya berlaku jujur, dan jangan sampai mencatut timbangan atau takaran. Beliau datang kepada kalian juga antara lain untuk melarang kalian jangan sampai berbuat zina dan jangan makan harta milik anak yatim secara dzalim."

"Kebajikan akan menghindarkan kalian dari siksa neraka. Dan beliau mendorong kalian supaya senantiasa berbuat kebajikan. Tiap perbuatan buruk dan jahat akan menjauhkan kalian dari sorga, dan beliau mencegah supaya kalian jangan sampai berbuat seperti itu. Setelah Allah s.w.t. memandang masa hidupnya sudah cukup, beliau dipanggil pulang ke sisi-Nya, dalam keadaan beliau patut menerima pujian dan memperoleh keridhoan-Nya. Beliau s.a.w. telah memperoleh pengampunan atas segala kekhilafannya dan benar-benar telah mendapat kedudukan mulia di sisi Allah s.w.t.

"Tetapi alangkah besarnya musibah yang terjadi sepeninggal beliau, terutama yang menimpa kaum kerabatnya dan kaum mukminin pada umumnya. Setelah beliau tidak ada lagi kaum muslimin mempertengkarkan pimpinan dan kekuasaan. Demi Allah, aku tidak pernah merasa khawatir dan tidak pernah membayangkan bahwa orang-orang Arab akan menggeser kepemimpinan dari tanganku. Tetapi waktu itu ternyata orang-orang Arab mengangkat Abu Bakar. Mereka datang berbondong-bondong kepadanya. Aku diam tidak mengulurkan tangan, sebab aku yakin bahwa akulah yang sebenarnya lebih berhak meneruskan kepemimpinan Rasul Allah s.a.w. daripada orang lain yang akan memimpin aku. Beberapa waktu lamanya aku tetap bersikap seperti itu.

"Kemudian aku melihat banyak orang meninggalkan agama Islam, kembali kepada kepercayaan mereka semula, bahkan berani berseru kepada orang-orang lain supaya menghapuskan agama yang dibawakan oleh Muhammad s.a.w. dan Ibrahim as. Aku menjadi sangat khawatir, kalau aku tidak membela Islam dan kaum muslimin, aku bakal menyaksikan kerusakan dan keruntuhan Islam. Bagiku, itu merupakan bencana yang jauh lebih besar daripada lepasnya kepemimpinan dari tanganku. Sebab masalah kepemimpinan hanyalah suatu hiasan hidup belaka yang tidak kekal dan tidak lama, yang akhirnya akan lenyap seperti fatamorgana."

"Aku lalu pergi menjumpai Abu Bakar. Ia kubai'at, kemudian bersama dia aku bergerak
menanggulangi kejadian tersebut di atas tadi, sampai kebathilan itu musnah dan kalimat Allah tetap unggul dan mulia walau orang-orang kafir tidak menyukai. Abu Bakar tetap memegang pimpinan pemerintahan. Ia berlaku adil, baik, benar, rendah hati dan hidup sederhana. Aku mendampingi dia sebagai penasehat. Ia kutaati sungguh-sungguh selama ia taat kepada Allah s.w.t."

(BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar